pamer… perlukah?

pertama dengar lagu ini, gue langsung jatuh cinta sama iramanya yang groovy dan denting piano yang menggelitik telinga. tapi begitu dengar liriknya, gue langsung geleng-geleng. bujret! bisa-bisanya bikin lagu tentang ajakan bercinta di tempat umum. jangan-jangan kalau nantinya ruu anti pornografi disahkan, lagu ini dilarang diputar lagi LOL.gif .

pamer kemesraan. itu tejemahan versi gue dari PDA = public display of affection atau love exhibition Tounge.gif . cinta itu memang sesuatu yang indah, tapi perlukah dipamerkan di depan umum supaya semua orang tahu? belum tentu yang didapat adalah pujian dan sorot kekaguman atas kemesraan yang dipublikasi secara sengaja. bagaimana bila yang ada malah hujan tatapan iri, lirikan sebal, bisik-bisik ngenyek dan bahkan cemoohan?

di negara kita tercinta yang katanya masih menganut adat ketimuran yang penuh sopan-santun dibumbui basa-basi, pamer kemesraan itu sudah tidak lagi berkutat pada tahap gandengan, rangkulan, gelayutan ala tarzan dan belaian sayang di kepala. apalagi di kota jakarta yang manusianya mulai malas repot-repot mencampuri urusan orang lain. namun pamer kemesraan masih dipandang sebagai hal yang berlebihan, seronok meski tidak tabu lagi.

gue jadi teringat pada 3 kasus pasangan-pasangan pamer yang pernah gue temui di halte busway dan dalam bis transjakarta. maklum, gue adalah penikmat busway yang setia BigGrin.gif .

kasus 1 :
bila kalian pengguna busway koridor 4 jurusan demak ambon-pati garut (baca: Dukuh Atas-Pulo Gadung) antara pk. 18.30-19.00 secara rutin, kemungkinan besar anda pernah bertemu dengan sejoli setengah umur yang kadar mesranya nggak kalah dari abg. sang bapak yang kegagahan dan keseramannya bisa menyaingi preman terminal selalu merangkul erat-erat leher perempuannya seakan takut lepas HeHe.gif . sementara sang istri atau pacarnya yang masih tampak cantik itu mencubiti hidung sang kekasih dengan gemas, mungkin maksudnya biar mirip pinokio. mereka berbisik-bisik, cekikikan, kadang sun-sunan, bikin para penonton jadi serba-salah. mau nyengir ntar digebuk, mau cuek tapi kok nggak tahan juga LMAO.gif

kasus 2 :
suatu malam di halte halimun yang penuh sesak, nyempil sepasang muda-mudi yang serasa hidup di dimensi berbeda. lengan si cowok melibat tubuh si cewek dari belakang ala ular anaconda sambil mengendus-endus wajah dan tengkuknya yang putih mulus. sedangkan si cewek tampak begitu menikmati sembari cekikikan. mereka seakan tidak merasakan pengapnya dan riuhnya lingkungan sekitar. bisa jadi karena sudah membayangkan surga dunia… pikirankotor.gif sampai akhirnya ada penumpang lain yang entah iri atau gondok menepak topi sang pejantan. tentu saja aktivitas pamer cumbu itu sontak terhenti. si cowok bertanya dengan nada menantang, tetapi di luar dugaan si interuptor malah diam dan hanya mendelik saja. tidak terjadi pertumpahan darah karena si betina sibuk menenangkan yayangnya dengan melingkarkan lengan kurus itu ke pinggang langsingnya. lucunya, mereka masuk ke dalam bis yang sama. sayangnya gue nggak ikut terbawa bis tersebut jadi nggak tahu kisah kelanjutan mereka bertiga smile.gif

kasus 3:
masih di dalam busway. sepasang manusia berusia produktif (25-35) naik dari halte matraman sambil berangkulan. di dalam bis masih berangkulan sambil sesekali si pria mencium kening si wanita. halah RollingEyes.gif si wanita mendapat keberuntungan karena bisa duduk, tapi kenapa ya bukannya duduk bersender dengan santai, malah memilih duduk tegak sembari memegangi pinggul sang yayang dan menikmati belaian sayang di kepalanya. somehow gue seperti melihat adegan dalam bluefilm bedanya dalam film itu resleting celana si yayang terbuka, sedangkan mulut dan tangan si wanita… haha.gif

intinya, dalam menghadapi pamer kemesraan yang overdosis, bisakah kita bersikap seperti pelaku PDA dalam refrain lagunya John Legend itu? we just don’t care, we just don’t care, we just don’t care

makin langkanya gentlemen dalam busway

seharusnya, gue nulis bus transjakarta bukan busway krn menurut bhs indonesia yg baik dan benar, busway itu jalannya bukan bisnya. but what the heck, emang lebih enak ngomong busway.

dari jam terbang yg tinggi sbg penumpang busway (dari senin-jumat kerja naik busway, weekend kadang naik busway jg), gue menemukan kenyataan yg menyedihkan. entah ke mana perginya lelaki2 sopan yang memiliki sensitivitas dan empati tinggi pada perempuan. apakah mereka kapok untel-untelan naik busway atau ketularan yang lain menjadi tak pedulian.

sudah jarang ditemukan lelaki yang dengan sukarela (baik tulus maupun tidak) mau memberikan tempat duduknya kepada perempuan yang berdiri di hadapannya. kalau pun ada, mereka agak diskriminatif, lebih suka menyilakan cewek muda yang cantik untuk duduk ketimbang ibu2 yang membawa 2 tas besar. minggu lalu, bus yang gue tumpangi penuh, komposisi penumpang co-ce: 50-50, tapi lebih banyak perempuan yang berdiri!

memang, kini jamannya emansipasi, tapi empati tidak ada hubungannya dengan kesetaraan gender. empati lebih menunjukkan sikap manusiawi yang menghargai sesama mau dia ce ato co. gue sadar, perjuangan menuju tempat kerja dan kembali ke rumah memang menguras tenaga. lelaki pun memiliki hak yang sama untuk mendapat tempat duduk dalam busway, apalagi bila sudah berusia lanjut atau membawa bawaan yang berat. hanya saja mengapa akhir2 ini sebagian besar dari mereka seakan melakukan gerakan menebalkan muka dengan serentak. yang ada di kepala mereka adalah ‘yang penting saya duluan! orang lain sebodo amat!’

dari antrian saja, mereka sudah menunjukkan tanda-tanda egoisitas yang tinggi. bila bus yang ditunggu-tunggu tiba, mereka langsung menyodokkan siku ke depan sembari mendorong sesama manusia di hadapannya dengan sekuat tenaga tanpa belas kasihan. bahkan ada juga yang tak segan-segan merentangkan tangan ke samping agar bisa mendahului ‘lawan’ memasuki bus. mereka memasang wajah inosen bila ada nenek-nenek yang setengah terpental ke samping pintu atau ibu-ibu yang terjerembab di dalam bus atau gadis yang kebingungan karena kehilangan sepatu atau anak kecil yang menangis karena tergencet.

dan begitu sudah masuk ke dalam bus, mereka semakin menjadi-jadi. mereka seperti jagoan yang butuh teritori tersendiri dan tidak bisa berbagi dengan orang lain. berdiri dengan kaki terpentang lebar, memakai dua gantungan tangan sekaligus dan yang paling menyebalkan adalah tas ransel atau laptop yang dibawanya. mengapa sih tidak membawa ransel di depan perut dan memutar tas laptop ke depan? memang kurang nyaman, tapi tidak mendesak dan menyodok penumpang yang berdiri di belakang mereka di samping lebih aman juga.

meski tingkat pelecehan seksual dalam busway masih jauh di bawah kendaraan umum lainnya, tapi tetap ada. memepet pantat perempuan muda dengan bagian depan selangkangan, atau menggesek-gesek lengan perempuan di sebelah atau mengecap-ngecapkan lidah dan sengaja menghembuskan napas ke depan wajah perempuan yang sialnya tak punya pilihan lain selain berdiri di depannya adalah beberapa contoh pelecehan yang umum terjadi dalam busway.

itu baru kasus berdiri dalam bus. nah, begitu ada tempat duduk kosong, mereka biasanya langsung duduk tanpa segan berebut dengan ibu-ibu yang membawa tas besar dan berat. bila berhasil memenangkan pertempuran, mata mereka menyorotkan pandangan angkuh penuh kemenangan dan menyalahkan sang ibu mengapa harus membawa tas besar yang berat. lalu seakan kursi yang ditempati adalah singgasana, mereka tega-teganya menyelonjorkan kaki padahal sudah jelas bus penuh. mbok ya nyadar, sudah bagus dapat tempat duduk kok ya masih berasa rumah sendiri juga. tanpa merasa bersalah menenedang dan menginjak kaki penumpang lain yang sudah susah payah menjejak mencari kuda-kuda yang mantap. dan karena sudah merasa nyaman, otomatis mata dipejamkan walau belum tentu terlelap karena terkadang masih sempat melirik dari celah-celah kelopak mata yang tidak tertutup rapat.

tidur adalah alibi yang paling kuat mengapa seseorang dalam kendaraan umum tidak memberikan tempat duduknya pada penumpang lain atau memberi tip pada pengamen apalagi bila kedua lubang telinga tersumbat earphone. dalam busway tidak ada pengamen, tapi ada berbagai jenis manusia. dari bayi sampai lansia, dari pemuda gagah sampai perempuan hamil tua. mungkin pendidikan budi pekerti di masa sekolah dulu atau semasa kecil sudah pudar tergerus jaman, tapi sungguh amat keterlaluan dan mengenaskan bila co2 gagah yang gayanya petentang-petenteng asal keren itu tetap berakting tertidur meski di depannya berdiri perempuan hamil tua. tidakkah terpikir olehnya bagaimana bila perempuan hamil tua itu ibunya atau saudarinya atau istrinya sendiri? gue sering bertanya-tanya pacar atau suami atau ayah macam apa mereka ini. apa mereka takut kejantanannya luntur karena bersikap lunak pada orang yang lebih kesusahan?

mungkin tulisan gue terlalu memojokkan para lelaki, tapi itulah kenyataan yang gue lihat tiap hari. dan gue masih bisa bersyukur karena kami-kaum perempuan yang sering ditertawakan dan dicap lemah dan emosian ternyata masih lebih punya hati. dan gue berharap para gentlemen yang tersisa tetap bertahan dengan prinsip mereka dan tidak berubah wujud menjadi makhluk berkelamin panjang yang tak punya malu.